LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA DAN PEMULIAAN IKAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan nila gift berasal dari
benua afrika, namun sekarang telah tersebar dan berkembang secrara
alamiah di berbagai belahan dunia dan diintroduksi secara legal untuk
kepentingan masing-masing negara. Ikan nila termasuk ikan yang mudah
mengalami perubahan genetik ataupun fenotip. Beberapa jenis ikan nila
yang tersebar dan berkembang di Afrika adalah mujahir, nila hitam, dan
masih banyak lagi yang lain.
Nila gift merupakan varietas baru hasil
persilangan antara beberapa varietas ikan nila yang berkembang
diberbagai negara. Nila gift (genetic of farmer tilapia) dikembangkan
sejak tahun 1987 oleh ICLARM (Inetrnational Centre for Living Aquatc
Resource Manajemant) kerja sama dengan ADB (Asiant Development Bank) dan
UNDP (United Nation Developmetnt Projejt).
Nila gift diproduksi di
Indonesiasejak tahun 1990. Pada awalnya, ikan nila ini kurang populer
dikalangan petani dan mayarakat yang disebabkan keterbatasan komunikasi
dan informasi nial gift. Hal itu membuat penyebaran dari nila gift
tersendat-sendat padahal nila gift memiliki kelebihan atau keunggulan
tersendiri dibandingkan dengan ikan-ikan sejenis lainnya.
Nila gift
tumbuh lebih cepat dan lebih besar dibandingkan dengan ikan nila hitam
(ikan lokal). Nila gift mudah dipelihara dan dikembangbiakkan serta
responsif dan effisien terhadap pemberian makanan tambahan. Ikan nila
ini juga adaptif atau mudah menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan
lingkunngan dan tahun terhadap gangguan ama dan penyakit.
Nila gift
dapat dipelihara dikolam, sawah, tambak dan perairan lain, sepeti
sungai, danau, dan muara sungai sampai pinggiran laut yang terlindung
(teluk). Ikan nila gift dapat dibudidayakan secara monokultur atau
polikultur dan terpadu dengan ternak. Struktur daging nila gift mirip
dengan nila merah. Daging nila gift mudah dikuliti atau difilet
berbentuk lembaran (sayatan) yang tebal, lebar dan kenyl (padat). Hasil
pemeriksaan laboratorium membuktikan bahwa nila gift memiliki kandungan
gizi yang nyaris sempurna, yaitu 79,7% (air), 17,7% (protein) 1,3%
(lemak) dan 1,3% (abu).
Nila gift sangat dinimakti konsumen sebagai
sumber protein hewani nonkolesterol. Ikan ini dipasarkan secara lokal
disekitar lokasi budidaya dan di ekspopr ke negara lain. Beberapa negara
mengimpor ikan nila adalah Amerika Serikat, Singapura, Hongkong, Saudi
Arabia, dan beberapa negara Eropa. Ikan nila dapat diekspor dalam
keadaan hidup dan segar ataupun dalam bentuk sayatan daging (filet).
Negara-negara eksportir nila gift adalah Indonesia, Taiwan, Filipina,
Thailand dan Kostarika. Filipina dan Thailand merupakan negara yang
meprioritaskan ikan nila sebagai komoditas andalan ekspor hasil
perikanan.
Potensi pasar ikan nila gift, cukup prospektif. Memasuki
awal milenium ini, permintaan pasar internasional ikan nila mencapai
200.000 ton/tahun. Sementara itu, hasil produksi ikan nila pada kurun
waktu yang sama hanya sekitar 90.000 ton/tahun. Sedangkan kontribusi
Indonesia terhadap pasar internasional ikan nila baru mencapai 856
ton/tahun.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka dilakukan
praktikum tentang jantanisasi benih ikan nila agar mahasiswa dapat
mengetahui cara menghasilkan populasi ikan nila jantan melalui
perendaman hormon 17 α-Metyltestosteron kepada larva ikan.
B. Tujuan dan Keguaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghasilkan populasi benih nila jantan ukuran 3-5 cm.
Kegunaan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui cara
menghasilkan populasi ikan nila jantan melalui perendaman hormon 17
α-Metyltestosteron kepada larva ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pemijahan merupakan kegiatan menggunakan induk ikan jantan dan betina,
dengan tujuan untuk memperoleh benih ikan dalam jumlah yang banyak dan
bermutu baik sehingga dapat dikembangkan menjadi ikan konsumsi dan
peremajaan induk. Pemijahan harus dilakukan di kolam khusus karena
sangat berpengaruh terhadap benih ikan yang dihasilkan baik mutu maupun
julahnya. Perkembangbiakan nila gift tidak tergantung pada musim tetapi
memijah sepanjang tahun. Pada umur 4-5 bulan ikan nila gift sudah dapat
memijah dan bertelur. Dalam proses perkawinannya induk ikan nila gift
jantan akan membuat lubang perkawinan setelah selesai di buat maka
perkawinan akan terjadi . induk betina mengeluarkan sel telur kemudian
dibuahi oleh sperma yang di keluarkan oleh induk ikan nila jantan. Dalam
proses pemetasan induk nila gift betina mengerami telurnya di dalam
mulut hingga telur menetes 14 hari dan suhu yang baik untuk memijah
berkisar antara 20-240C dengan kedalaman 40-60 cm (Cahyono, 1994).
Perkembangan embrio pada ikan diawali dengan terjadinya pembuahan sel
telur dengan spermatozoa yang terjadi secara external dan telurnya yang
tidak dibuahi akan mengalami kematian. Telur yang mati warnanya berubah
menjadi putih, setelah menetas embrio memasuki fase larva. Larva adalah
embrio yang masih terbentuk primitif atau sedang dalam proses peralihan
menjadi bentuk definitif dengan cara metamorfosis. Larfa yang baru
menetas berukuran 5-6 mm larva ikan nila gift selalu berenang
bergerombol (schoaling)dan bergerak berputar mirip bola menggelinding.
Larva yang tumbuh dan berkembang menjadi benih masih tetap di rawat
dalam mulut induk betina (Sutisno dan Sutarmanto, 1994).
Ikan nila
gift (Oreohromis niloticus) memerlukan sumber energi yang berasal dari
makanan untuk pertumbuhan dan mempertahankan kelangsungan hidup. Larva
ikan nila gift bersifat planktonik vorous (pemakan plankton), larva yang
baru menetes dibekali dengan makanan cadangan berupa kuning telur yang
melekat dibawah perutnya. Larva yang telah kehilangan kuning telur
berubah menjadi benih, pada fase ini benih ikan mulai menelan makanan
dari luar tubuh berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan air yang biasa disebut
plankton. Plankton yang biasa dimakan antara lain algae yang bersel
tunggal atau benthos dan crustacea (udang-udangan) yang berukuran kecil.
Sedang makanan utama ikan nila gift yang berukuran besar adalah algae
berfilamen, detritus dan tumbuh-tumbuhan air serta makanan tambahan
berupa pallet atau pakan buatan (Djarijah, 2002).
Proses
differensiasi seks merupakan suatu proses perkembangan gonad ikan
menjadi suatu jaringan yang definitif (sudah pasti). Proses ini terjadi
dari serangkaian kejadian yang memungkinakan seks genotife terekspresi
menjadi seks fenotif. Proses differensiasi seks terlebih dahulu terjadi
pada betina kemudian pada jantan. Pada maknan dari luar tubuh atau telah
kehabisan cadangan kuning telur saat itu differensiasi seks dimulai.
Proses differensiasi pada betina ditandai dengan meiosis oogonia atau
perbanyakan sel-sel somatik membentuk rongga ovari sedangkan pada jantan
ditandai dengan munculnya spermatogonia serta pembentukan sistem
vaskular pada testes (Barlan, 1993).
Secara harviah, seks refersal
diartikabn sebagai suatu teknologi yang membalikan arahkelamin menjadi
berlawanan. Dengan penerapan ini ikan yang seharusnya berkelamin betina
diarhkan perkembangan gonadnya menjadi jantan begitupun sebaliknya,
karena pada waktu menetas gonad ikan belum terdifferensiasi secara jelas
menjadi jantan atau betina. Dengan teknik sex reversal fenotip ikan
akan berubah tetapi genotipnya tidak dapat berubah. Teknik ini mulai
dikenal pada tahun 1973 ketika Estradiol-17β disintesis untuk pertama
kalionya di Amerika Serikat. Adapun tujuan teknik sex reversal ini adalh
untuk menghasilkan keturunan iakan yang berkelamin betina yang sesuai
yang diinginkan atau menghasilkan populasi monosex (tunggal kelamin).
Budidaya populasi monosex dilakukan untuk mendapatkan ikan dengan
pertumbuhan yang cepat dimana pada beberapa jenis ikan kelamin jantan
tumbuh lebih cepat dibandingkan ikan betina, mencegah pemijahan liar,
mendapat penampilan yang baik serta menunjang genetika ikan yaitu
pemurnian ras ikan (Zairin, 2002).
Metode sex reversal terdiri dari
metode untuk memperoleh populasi monosex yaitu melalui terapi hormon
(secara langsung) atupun rekayasa kromosom (cara tak langsung). Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah teknik terapi hormon
langsung yakni hormon androgen dan estrogen yang dapat mempengaruhi
fenotif tetapi tidak mempengaruhi genotif. Kelompok hormon tersebut
digunakan untuk feminisasi dan maskulinisasi langsung. Metode langung
dapat diterapkan pada semua jenis ikan apapun kromosom sexnya dan
kelebihan utamanya adalah sederhana dan dapat meminimalkan kematian
walaupun kelemahannya hasil yang didapat sangat beragam. Ini disebabkan
karena perbandingan kelamin alamiah antara jantan dan betina tidak
selalu sama (Zairin, 2002).
Hormon merupakan suatu zat kimia organik
yang dihasilkan pada saat tertentu oleh sel-sel endokim dalam jumlah
sedikit dan disalurkan melalui sistem vaskularis. Hormon steroid
merupakan hormon yang dapat mempengaruhi kerja produksi hewan,
merangsang peertumbuhan dan differensiasi kelamin serta mempengaruhi
tingkah laku ikan.
Efektifitas perlakuan hormon dalam teknik sex
refersal dipengaruhi oleh cara pemberian dosis, jenis hormon, saat
perlakuan lama perlakuan, kondisi lingkungan dan daya tahan dalam tubuh
ikan. Metode pemberian hormon terdiri dari beberapa cara yaitu pemberian
hormon melalui pakan buatan dan pakan alami, namun cara ini mempunyai
kelemahan dintaranya adalah memerlukan waktu yang lama dan biaya biaya
yang banyak serta dosis yanmg tinggi. Selanjutnya pemberian hormon
dengan cara penyintikan yaitui masih terbatas, memerlukan waktu,
keahlian, alat tertentu serta tak layak pada stadia larva. Kemudian
pemberian hormon denngan cara perenaman pada stadia larva yaitu saat
mulai kehgilangan kuning telur, cara ini diyakini sangat efektif karena
selain mudah menyiapkan hormon, sederhana dan tidak memerlukan waktu
yang lama diduga juga bahwa pada stadia larva masih berada pada fase
labil sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan dari luar serta pada
fase larva gonad belum terdiferensiasi seks, apakah jantan atau betina .
Metode pemberian hormon dengan perendaman hormon akan masuk kedalam
tubuh dan menuju organ tertentu seperti pada ikan jantan langsung menuju
ke testes dan betina langsung menuju ke ovarium. Hormon terdiri dari
dua kelompok yaitu androgrn alamiah yang merupakan testosteron dalam
11α-Metil dihidro testosteron. Hormon estrogen alamiah adalah stradiol
benzoat, estradiol butiril asetat, 17α-Etinilestradiol dan estradiol
prepionat (Suhendar, 1997).
Sedangkan dosis hormon berkaitan dengan
efisiensi yang akan mempengaruhi nilai ekonomi. Pemberian dosis yang
terlampau rendah menyebabkan proses seks reversal berlangsung kurang
sempurna dan dosis yang tinggi menjadikan ikan stres. Jenis hormon yang
digunakan untuk seks reversal adalah hormon androgen utnuk proses
maskulinisasi yaitu menghasilkan keturunan monoseks betina (Zairin,
2002).
Hormon steroid larut dalam lemak dan dihasilkan oleh kelenjar
adrenal, testes, ovari, dan plasenta. Hormon-hormon yang termasuk
steroid adalah estrogen, endrogen , kortikoid dan progesteron
(Djojosoebagio, 1990 dalam Barlan 1993), hormon steroid androgen
berfungsi untuk maskulinisasi atau penjantanan sedangkan estrogen adalah
hormon steroid yang berfungsi feminisasi.
Pemberian hormon steroid
merupakan rangsangan yang normal untuk perubahan kelamin pada ikan-ikan
telestoi. Androgen merupakan senyawa maskulinasi yang dihasilkan
terutama oleh testis dibawah kondisi normal dan androgen juga dibuat
oleh korteks anak ginjal dan ovari serta sangat mungkin terdapat dalam
plasenta (Gamong, 1994).
III. METODE PRAKTEK
A. Waktu dan Tempat
Praktikum
dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 14 November 2008, pukul
08.00-10.30 wita, dan bertempat di BBI Abeli Sawah Kabupaten Konawe.
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan pada praktikum jantanisasi benih ikan nila Gift beserta kegunaannya.
No. Alat dan Bahan Kegunaan
1.
2.
Alat :
- Ember plastik
- Timbangan analitik
- Baskom
- Sendok makan
- Suntik
- Gelas ukur
- Hand sprayer
Bahan :
- Hormon 17α- Metyltestosteron
- Plastik packing
- Karet
- Alkohol 95%
- Oksigen
- Air
- Benih nila gift
mengambil air di bak
Untuk menimbang hormon 17α- Metyltestosteron
Sebagai wadah benih nila gift sebelum perendaman
Untuk pengaduk
Mengambil alkohol
Tempat melarutkan
Alat mengambil larva benih ikan nila gift
Bahan yang digunakan untuk jantanisasi benih Nila gift
Sebagai tempat untuk melakukan perendaman
Untuk mengikat plastik packing
Untuk melarutkan hormon 17α- Metyltestosteron
untuk proses pernapasan dalam kantung plastik
air sebagai bahan perendaman
bahan untuk proses jantanisasi
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada jantanisasi ikan nila gift melalui aplikasi perendaman adalah sebagai berikut :
1. Menimbang hormon 17α- Metyltestosteron sebanyak 5 mg dan melarutkannya dalam 2-3 ml alkohol 95% untuk 1 liter air
2. Menyiapkan wadah perendaman berupa gelas kimia ukuran 1 liter dan di isi dengan 1 liter air.
3. Melarutkan hormon hormon 17α- Metyltestosteron dengan alkohol 95% pada sendok makan.
4. Memasukannya kedalam gelas kimia yang telah berisi air dan diaduk sampai homogen.
5. Mengambil larva nila gift dari dalam baskom dengan menggunakan hand sprayer.
6. Memasukkan larva kedalam air larutan hormon 17α- Metyltestosteron dengan padat tebar 1000 ekor/liter.
7. Memindahkan larva dari gelas kimia kedalam plastik packing.
8. Menambahkan oksigen kedalam plastik packing sebanyak ¾ volume packing dan mengikatnya dengan karet.
9. Lama perendaman larva dalam larutan berhormon adalah selama 6 jam.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum jantanisasi ikan nila gift dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Hasil pengamatan jantanisasi dan kelangsungan hidup dengan perendaman selama 6 jam.
No. Hasil Pengamatan Perendaman 6 Jam
1.
2.
Presentase ikan jantan
Presentase kelangsungan hidup 80 %
90 %
B. Pembahasan
Hasil
dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa jenis kelamin jantan yang
dihasilkan dari perendaman dengan menggunakan hormon 17α-
Metyltestosteron yaitu 80% dan untuk kelangsungan hidupnya didapatkan
90%.
Menurut Yamazaki dalam Wulan (1997) bahwa massa yang tepat dan
baik untuk pemberian hormon yaitu disaaat ikan masih dalam stadia larva
atau ikan saat mulai makan. Oleh karena itu yang digunakan dalam proses
jantanisasi ini adalah yang berumur 2 hari setelah menetes karena
diketahui bahwa stadia ini jenis kelamin belum terdifferensiasi sex
yaitu belum terbentuk apakah jantan atau betina.
Sesuai dengan hasil
pengamatan, Nagi, et al (1997) menyatakan bahwa terjadi peningkatan
presentase jenis kelamin ikan jantan sejalan dengan peningkatan lama
perendaman pada setiap perlakuan. Hal ini di duga bahwa efektifitas
hormon meningkat pada saat lama waktu perendaman di tingkatkan. Hal ini
di dukung oleh Nagi, et al (1997) hoemon akan bekerja aktif hanya pada
selang waktu dan dosis tertentu dimana semakin lama perendaman akan
makin banyak individu jantan yang akan di hasilkan dan akhirnya terhenti
pada lama perendaman yang optimal tercapai.
Zairin (2002) menyatakan
bahwa metode perendaman larva, yaitu hormon akan masuk kedalam tubuh
ikan melalui pertukaran seperti insang, kulit dan gurat sisi serta
melalui proses difusi. Selanjutnya Turner dan Bagnara (1976 dalam
Mulyati, 1994). Menyatakan bahwa mekanisme masuknya hormon kedalam tubuh
dengan cara perendaman adalah hormon masuk mengalir langsung oleh darah
kehati selanjutnya keseluruh tubuh dan menuju organ tertentu seperti
pada ikan jantan langsung menuju ke testes dan betina langsung ke
ovarium. Hal ini disebabkan karena semakin lama perendaman maka akan
semakin banyak hormon berdifusi ke dalam tubuh larva dan perpengaruh
besar terhadap perubahan kelamin.
Hormon testosteron merupakan
turunan kolesterol yang mengandung 27 atom karbon, organ yang
menghasilkan antara lain adalah testis, ovari, korteks anak ginjal dan
plasenta (Martin, 1979 dalam Barlan, 1993) pada mulanya hormon
testosteron akan merangsang differensiasi gonad atau perubahan kelamin
selanjutnya di ikuti oleh ciri-ciri luar kelamin.
Hasil pengamatan
pada kelangsungan hidup menunjukan bahwa perendaman larva dalam larutan
hormon testosteron digunakan di dalam plastik packing memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup. Hal
ini berarti bahwa perlakuan perendaman larva yang lama akan menyebabkan
tingkat kematian yang tinggi yang disebabkan oleh proses penanganan
serta pengaruh dari suhu.
Selanjutnya Zairin (2002) menyatakan bahwa
faktor yang sangat berpengaruh dalam metode seks reversal baik secara
langsung maupun tidak langsung adalah kondisi lingkungan seperti suhu,
PH, dan oksigen terlarut, dimana antara faktor tersebut yang paling
berpengaruh dalam proses maskulinisasi adalah suhu dimana bekerja
langsung pada metabolisme tubuh dan kerja hormon. Suhu berpengaruh
terhadap lamanya sensifitas gonad terhadap stimulasi hormon.
Pada
perendaman larutan hormon testosteron pada plastic packing, larva ikan
nila Gift banyak yang mati atau kelangsungan hidupnya 90% dari 1000 ekor
larva ini berarti bahwa terdapat sekitar 100 ekor larva yang mati. Hal
ini disebabkan oleh penanganan dimana menurut Suyanto (1994) menyatakan
bahwa pemindahan ikan nila Gift secara mendadak dapat mengakibatkan ikan
mudah stress, serta pengaruh suhu dimana diketahui bahwa pada stadia
larva tingkat mortalitas tinggi karena belum mampu beradaptasi dengan
lingkungan dengan baik dan akhirnya mati.
Kemudian pendapat Nagi, et
al (1997) menyatakan bahwa tingkat keberhasilan penggunaan hormon
testosteron untuk mengubah arah diferensiasi kelamin ikan dipengaruhi
oleh umur ikan, pemberian hormon, periode waktu, dosis dan suhu selama
perlakuan.
Selanjutnya perendaman larva dalam larutan hormon
testosteron setelah pemeliharaan 3 bulan dikolam juga memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup. Hal ini
disebabkan oleh kondisi lingkungan, terutama media hidupnya selama
pengukuran dipengaruhi oleh cuaca yang berbeda yaitu musim kemarau dan
musim hujan dimana diketahui bahwa semakin tinggi suhu maka PH rendah
dan kebutuhan akan oksigen terlarut tinggi dimana kisaran suhu selama
pemeliharaan 3 bulan yaitu 25-320C.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu :
1.
Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa jenis kelamin jantan
yang dihasilkan dari perendaman dengan menggunakan hormon 17α-
Metyltestosteron yaitu 80% dan untuk kelangsungan hidupnya didapatkan
90%.
2. Masa yang tepat dan baik untuk pemberian hormon yaitu disaaat
ikan masih dalam stadia larva atau ikan saat mulai makan (berumur 2-3
hari).
3. Hormon testosteron merupakan turunan kolesterol yang
mengandung 27 atom karbon, dimana organ yang dihasilkan antara lain
adalah testis, ovari, korteks anak ginjal dan plasenta.
4. Perendaman
larva dengan menggunakan larutan hormon testosteron di dalam plastik
packing memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat
kelangsungan hidup.
B. Saran
Saran saya selaku praktikan
adalah sebaiknya dalam praktikum selanjutnya praktikan dilibatkan
langsung pada proses pengamatan, jangan hanya pada saat perendaman saja
agar praktikan mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses
jantanisasi dan kelangsungan hidupnya.